+
quitosano 1.1 Pengertian quitosano Selama ini limbah kulit udang hanya dimanfaatkan Untuk Pakan ternak atau Untuk industri makanan seperti pembuatan kerupuk udang. Limbah kulit udang de Dapat diolah Untuk pembuatan quitina yang de Dapat diproses Lebih Lanjut menghasilkan quitosano yang memiliki Banyak manfaat dentro Bidang industri, Antara adalah sebagai pengawet makanan yang berbahaya tidak acostado (no toksid) pengganti formalina. El quitosano adalah bahan alami yang direkomendasikan Untuk digunakan sebagai pengawet makanan karena tidak beracun dan Aman bagi Kesehatan. Secara umum, cangkang kulit udang mengandung proteína de 34,9%, CaCO 3 mineral 27,6%, 18,1% de quitina, dan komponen permanecido seperti zat terlarut, Lemak dan proteína tercerna sebesar 19,4% (Suhardi, 1992). La quitina merupakan polisakarida yang bersifat (Clasificación no beracun) dan biodegradables sehingga quitina Banyak dimanfaatkan dentro berbagai Bidang no tóxico. Lebih Lanjut quitina de Dapat mengalami proses deasetilasi menghasilkan quitosano. La formalina merupakan bahan Kimia beracun yang Selama ini Banyak digunakan sebagai pengawet pada bahan makanan. Diperlukan Suatu pengawet alami yang tidak beracun, tidak berbahaya bagi Kesehatan, dan terurai mudah (biodegradables). 1.2 Pekembangan quitosano di Indonesia Indonesia merupakan negara Maritim dengan dua por Tres wilayahnya terdiri dari perairan. Dengan Luas seperti UIT, Indonesia sebagai negara Maritim sangat berpotensi menghasilkan DEVISA. Salah satu DEVISA terbesar negara ini adalah udang dan hingga Saat ini DEVISA terbesar di Indonesia adalah udang. Tinggi Udang memiliki je de calificación y economía yang. Sebagai Salah satu contohnya adalah quitosano. Tujuan yang Ingin dicapai dengan adanya Penerapan teknologi pembuatan quitosano di indonesia adalah melakukan Penelitian optimasi proses deproteinasi dan demineralisasi Untuk memperoleh produk Kitin intermedia yang murni, sehingga dihasilkan produk quitosano dengan kuantitas dan kualitas produk yang memenuhi standart internasional, menyusun prosedur / Langkah Bakú Untuk Operasi / prosas. Penelitian di indonesia diharapkan de Dapat membantu Pemerintah dentro memberikan alternatif penyelesaian yang RIIL bagi pemanfaatan kulit / limbah pembuatan udang menjadi produk quitosano, mendorong tumbuhnya industri Kecil Menengah berbasis pada y economía kerakyatan, meningkatkan Lapangan kerja bagi masyarakat Pesisir di Jawa Tengah, meningkatkan Kemitraan yang Sinergis Antara Perguruan Tinggi, Pemerintah daerah dan masyarakat di Jawa Tengah Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kondisi pembuatan óptima quitosano diperoleh pada konsentrasi NaOH al 4%, Suhu 70 0 C, dan waktu 100 menit (prosas deproteinasi), dan konsentrasi 3,5 N, Suhu Kamar, dan waktu 30 menit (prosas demineralisasi). Hasil larutan quitosano yang diperoleh bagus Untuk digunakan pada pengawetan bakso, mie, dan Tahu (3 tahan Hari), sedangkan Untuk pengawetan Ikan kurang baik (tahan 8-9 mermelada). Udang merupakan komoditi Ekspor yang menarik minat Banyak pihak mengolahnya Untuk. Adapun hal yang mendorong pembudidayaan udang Antara Gama permanecido yang cukup Tinggi dan peluang Pasar yang cukup Baik, terutama diluar negeri. Udang di Indonesia diekspor dentro bentuk bekuan dan telah mengalami proses pemisahan kepala dan kulit. Proses pemisahan ini akan menimbulkan dampak yang tidak diinginkan yaitu berupa limbah padat yang lama-kelamaan jumlahnya Akan Semakin besar sehingga Akan mengakibatkan pencemaran Lingkungan berupa Bau yang tidak SEDAP dan merusak estetika Lingkungan. Pada perkembangan Lebih Lanjut kulit dan kepala udang de Dapat dimanfaatkan Untuk pembuatan Kitin dan kitosan (quitosano). Kata "Kitin" berasal dari bahasa Yunani, yaitu "túnica", yang berarti baju rantai besi. Kata ini menggambarkan fungsi dari material de Kitin sebagai jaket pelindung pada invertebrados. Kitin Pertama kali diteliti oleh Bracanot pada Año 1811 dentro de un residuo de ekstrak jamur yang dinamakan "fugine". Pada Año 1823, Odier mengisolasi Suatu zat dari kutikula serangga jenis élitros dan mengusulkan nama "quitina". Pada umumnya Kitin dialam tidak berada dentro keadaan bebas, proteínas dengan tetapi berikatan Akan, minerales, dan berbagai macam pigmentación. Walaupun Kitin tersebar di Alam, tetapi sumber utama yang digunakan Untuk Pengembangan Lebih Lanjut adalah jenis udang-udangan (Crustaceae) yang komersial dipanen secara. Limbah udang sebenarnya Bukan merupakan sumber yang kaya Kitin Akan, namun limbah ini mudah didapat dan jumlah hay fotos disponibles dentro de besar sebagai limbah hasil dari pembuatan udang. Kitin adalah biopolimer polisakarida dengan rantai Lurus, tersusun dari 2000-3000 monómero (2-asetamida-2-deoksi-D-glukosa) yang terangkai dengan Ikatan 1,4-b-gliksida. Kitin memiliki rumus molekul [C 8 H 13 NO 5] n dengan berat molekul 1,210-6 Dalton ini hay fotos disponibles berlebihan di Alam dan Banyak ditemukan pada Hewan Tingkat Rendah, jamur, Insekta dan Golongan Crustaceae seperti udang, Kepiting dan kerang. Kitin berbentuk serpihan dengan warna putih kekuningan, memiliki sifat tidak beracun dan mudah terurai secara hayati (biodegradables). Gambar 2.1 Struktur Kitin material de Sebagai pendukung Crustaceae, Kitin terdapat sebagai mukopolisakarida yang berdisosiasi dengan CaCO3 dan berikatan secara kovalen dengan proteína. Pemisahan CaCO3 dari Lebih proteína mudah dilakukan karena Garam anorganik ini terikat secara fisik. Menurut Knorr (1984), HCl dengan konsentrasi Lebih dari 10% de Dapat secara efektif melarutkan Ca mineral dan menghasilkan CaCl2. El quitosano adalah produk deasetilasi Kitin yang merupakan polimer rantai panjang glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-Glukosa), memiliki rumus molekul [C 6 H 11 NO 4] n dengan bobot molekul 2,510-5 Dalton. El quitosano kekuningan putih berbentuk serpihan, tidak berbau dan tidak berasa. Evaluación de la quitina dentro de berat udang, berkisar Antara 60-70 persen dan bila diproses menjadi quitosano menghasilkan dió 15-20 persen. El quitosano, mempunyai bentuk mirip dengan selulosa, dan bedanya terletak pada gugus rantai C-2. Proses utama dentro pembuatan quitosano, Katanya, meliputi penghilangan proteínas dan kendungan mineral melalui proses kimiawi yang disebut deproteinasi dan demineralisasi yang Masing-Masing dilakukan dengan menggunakan larutan basa dan ASAM. Selanjutnya, quitosano diperoleh melalui proses deasetilasi dengan Cara memanaskan dentro larutan Basa. Karakteristik fisiko-Kimia berwarna quitosano putih dan berbentuk Kristal, de Dapat Larut dentro larutan ASAM Organik, tetapi tidak Larut dentro pelarut Organik lainnya. Pelarut quitosano yang baik adalah ASAM asetat. Gambar 2.2 Struktur El quitosano Adanya gugus fungsi hidroksil imprimación dan sekunder mengakibatkan quitosano mempunyai kereaktifan Kimia Tinggi yang. Gugus fungsi yang terdapat pada quitosano memungkinkan juga Untuk modifikasi Kimia yang beraneka ragam termasuk reaksi-reaksi dengan zat perantara Ikatan silang, kelebihan ini de Dapat memungkinkannya quitosano digunakan sebagai bahan campuran bioplastik, yaitu Plastik yang de Dapat terdegradasi dan tidak mencemari Lingkungan. Jika sebagian gugus besar asetil pada Kitin disubsitusikan oleh hidrógeno menjadi gugus amino dengan penambahan basa konsentrasi Tinggi, maka hasilnya dinamakan quitosano atau Kitin terdeasetilasi. El quitosano sendiri Bukan merupakan senyawa tunggal, tetapi merupakan Kelompok yang terdeasetilasi sebagian dengan Derajat deasetilasi beragam. glukosamin Kitin adalah N-yang asetil terdeasetilasi sedikit, sedangkan Kitin adalah quitosano yang terdeasetilasi sebanyak mungkin, tetapi tidak cukup Untuk dinamakan poliglukosamin. relatif quitosano Lebih Banyak pada digunakan berbagai Bidang industri Kesehatan dan terapan karena quitosano de Dapat dengan mudah berinteraksi dengan zac zac-Organik lainnya seperti proteína. El quitosano de Dapat diperoleh Kitin dengan mengkonversi, Kitin sedangkan sendiri de Dapat diperoleh dari kulit udang. Produksi Kitin biasanya dilakukan dentro de Tres tahap yaitu: tahap demineralisasi, minerales penghilangan; tahap deproteinasi, penghilangan proteína; Dan tahap depigmentasi, pemutihan. Sedangkan quitosano diperoleh dengan deasetilasi Kitin yang didapat dengan larutan basa konsentrasi Tinggi. Purwatiningsih (1992) bahwa melaporkan NaOH al 50% de Dapat digunakan Untuk deasetilasi Kitin dari limbah kulit udang. Deproteinasi menggunakan natriun hidroksida Lebih sering digunakan, karena Lebih mudah dan efektif. Pada pemisahan proteína hidroksida sodio de menggunakan, proteínas diekstraksi sebagai sodio de proteinat yang Larut. Secara umum larutan NaOH 3-4% dengan Suhu 63-65 ° C Selama waktu ekstraksi 3-4 mermelada de Dapat mengurangi kadar dentro de la proteína kulit udang secara efektif. Sekalipun demikian proses deproteinasi umum yang óptima tidak ada Untuk setiap jenis Crustaceae. Mineral kalsium Karbonat pada kulit udang Lebih mudah dipisahkan dibandingkan proteínas, karena Garam anorganik ini hanya terikat secara Fisika. Menurut Knorr (1984) ASAM klorida dengan konsentrasi Lebih dari 10% de Dapat secara efektif melarutkan kalsium sebagai kalsium klorida. Proses demineralisasi dengan menggunakan ASAM klorida sampai CO2 yang terbentuk Hilang kemudian didiamkan 24 atasco pada Suhu Kamar. Dentro de un metode beberapa, prosas depigmentasi sesungguhnya telah berlangsung Saat pencucian residuo de sesuai proses deproteinasi atau demineralisasi yang dilakukan. Menurut Purwatiningsih (1992) aseton de Dapat mereduksi astaksantin dari Kitin limbah udang windu (Penaeus monodon). Pembuatan quitosano dilakukan dengan Cara penghilangan gugus asetil (COCH 3) pada gugusan asetil amino Kitin amino menjadi gugus bebas quitosano dengan menggunakan larutan Basa. Kitin mempunyai struktur Kristal yang panjang dengan Ikatan Kuat Antara iones de nitrógeno dan gugus karboksil, sehingga pada proses deasetilasi digunakan larutan sodio de hidroksida konsentrasi 40-50% Suhu Dan Yang Tinggi (100-150 ° C) Untuk mendapatkan Kitin dari quitosano. Dentro de uji-RISET dilakukan yang, pada quitosano berbagai konsentrasi dilarutkan dentro de ASAM asetat, kemudian Ikan Asin yang Akan diawetkan dicelupkan beberapa Saat dan ditiriskan. Beberapa parámetro indikator Daya Awet hasil pengujian Antara permanecido Pertama, pada ekeefktifan dentro mengurangi jumlah lalat yang hinggap, dimana pada konsentrasi quitosano 1,5 persen, de Dapat mengurangi jumlah lalat secara signifikan. Kedua, pada keunggulan dentro de uji muu hedonik penampakan dan rasa, dimana hasil RISET menunjukkan penampakan Ikan Asin dengan recubrimiento de quitosano Lebih baik bila dibandingkan dengan Ikan Asin kontrol (tanpa formalina dan quitosano) dan Ikan Asin dengan formalina. terakhir indikator Sedangkan, yakni aire pada kadar, di mana perlakuan dengan pelapisan quitosano sampai Delapan Minggu menunjukkan kemampuan quitosano dentro mengikat aire, karena SIFAT hidrofobik, sehingga dengan sifat ini akan menjadi Daya Tarik párrafo pengolah Ikan Asin dentro ASPEK ekonomis. Ia juga menjelaskan bahwa párrafo pengolah Ikan Asin tertarik dengan perlakuan formalina karena dengan penambahan bahan ini, maka Susut berat dentro pengeringan hanya Kecil yakni Sekitar 20 persen, sedangkan dengan penggaraman biasa Susut berat setelah pengeringan cukup besar, yaitu 40-50 persen, sehingga hal itulah yang tidak menjadi Daya Tarik oleh Ikan párrafo pengolah.
No comments:
Post a Comment